Pengembangan Diri Dalam Perspektif Spiritual
Berpenampilan Sederhana Berpengetahuan Sempurna Bersikap Ahsanu Amala
Oleh : Drs. H. Ahmad Yani
Siapkan qalbu Anda :
- Manusia yang selalu merasa banyak kelemahan kemudian tidak pernah merasa berfikir unjuk maju karena salah dalam memahami dirinya.
- Ketika tidak mampu menahan dan beradaptasi dengan sebuah kodisi lingkungan maka akan gugur.
- Sesuatu yang menyebabkan orang bisa berubah dan sesuatu yang bisa dipengaruhi awalnya adalah penampilan.
- Dzalim li nafsih merupakan orang yang bekerja di bawah rata-rata kebanyakan orang atau di bawah standar yang sudah ditetapkan.
- Ahsanu amala merupakan perkerjaan di atas rata-rata manusia biasa.
Pada intinya bahwa setiap manusia itu bergerak dan berubah, disadari maupun tidak disadari itu akan terjadi. Boleh jadi apa orang yang berkata dalam dirinya, tahu-tahu saya sudah dewasa, sudah punya anak dan seterusnya. Hal ini pasti terjadi. Pertanyaannya adalah, proses perkembangan yang ada dalam diri kita itu diisi oleh hal-hal positif atau negative? Itu pilihan. Allah SWT. Juga menjanjikan pada kita ujung-ujungnya adalah sebuah pilihan. Allah SWT. Akan mengakhirkan diri kita di negeri akhirat ujung-ujungnya dua, surge dan neraka. Itu juga pilihan.
Allah SWT. Berfirman di dalam Al-Qur’an untuk mempersilahkan kita memilih mana jalan yang akan ditembpuh dengan “fa alhamaha fujuraha wa taqwaha”. Kita jgua diberikan potensi di sini oleh Allah SWT. Yaitu potensi untuk berbuat positif dan negative. Semuanya adalah pilihan. Ini semua kembali pada diri kita. Yang pasti adalah sebelum kita lahir waktu sudah ada. Dan ketika hari ini ada, waktu juga ada. Ketika hari ini kita meninggal, waktu juga masih tetap ada. Bearti kita masih melihat ada dimensi waktu masa lalu, masa kini, dan masa datang.
Melihat dari dimensi waktu, Rasullah SAW. Berkata, “Jika hari ini sama dengan hari kemarin maka dikatakan merugi. Jika hari ini lebih jelek disbanding hari kemarin maka kita adalah orang yang celaka. Jika hari ini lebih baik dari hari kemarin maka kita beruntung.” Makna dari ungkapan ini bahwa setiap manusia dituntut detik demi detik, waktu demi waktu, untuk berkembang dan terus berubah menuju kepada kebaikan. Intinya akan terjadi sebuah perubahan. Ini gambaran besar tentang perubahan diri.
Untuk itu yang perlu dicermati pertama kali dan harus menjadi bagian penting pada diri kita adalah mengawalinya dengan betul-betul memahami siapakah sesungguhnya manusia yang Allah SWT. Ciptakan ini. Banyak orang tidak memahami posisi dirinyasebagai manusia. Gara-gara ia tidak memahami dirinya sebagai manusia, apa yang terjadi? Terkadang dia tidak memiliki percaya diri. Dia selalu merasa bahwa dirinya adalah banyak kelemahan kemudian tidak pernah berfikir untuk maju. Selalu mencari alas an, melihat ke belakang, dan seterusnya.
Ketika manusia diciptakan oleh Allah SWT. Terjadi melalui proses sperma itu berada dalam rahim ibu. Pertanyaannya, berapa jumlah sperma yang jadi? Hanya satu. Ketika sperma yang jadi hanya satu, dia bersaing dengan siapa? Kurang lebih dengan dua ratus juta sperma yang lainnya. Ingat, ketia sperma berada di alam rahim, pakah sperma-sperma yang tidak “berlari kencang” akan berhasil?
Dia akan gugur. Ketika tidak mampu menahan dan beradaptasi dengan sebuah kondisi lingkungan dia juga gugur. Ketika dia tidak mampu berlari dengan cepat dan bergesekan dengan yang lain kalah, dia juga gugur.
Pada akhirnya sperma-sperma ini siapa yang paling kuat, paling jago, paling cepat, dan mampu menembus, maka dia yang menang. Mari kita perhatikan di dalam proses ini. Apakah waktu itu sperma yang memiliki kekuatan luar biasa pernah mengeluh dengan dirinya?
Singkat cerita kemudian manusia ini lahir. Ketika manusia lahir, apa yang terjadi. Seluruh manusia lahir ternyata dengan posisi tangan seperti memersepsikan, “Aha, akulah sang juara! Aku adalah orang sukses yang mampu bersaing dengan dua ratus juga sel sperma lainnya. Dan aku siap menerima tantangan.” Itulah manusia, itulah kita sekalian. Pertanyaannya, kenapa di kemudian hari manusia berkeluh kesah? Ketika kita gagal, kenapa kita menangis? Kita ingat ketika hari ini gagal, besok kita sukses. Ketika hari ini kita sempoyongan, besok bias berlari. Ingat ketika hari ini kita jatuh besok bisa bangun lagi.
Tetapi ingat, ketika waktu di alam rahim itu tidak akan pernah terjadi lagi. Kalau seandainya hari ini kita masih berkeluh kesah dan selalu tidak percaya diri, maka kenapa tidak dari dulu saja kita menyerahkan kepada sperma yang lainnya? Dan inilah banyak manusia yang tidak menyadari bahwa sesungguhnya kita semua di sini adalah orang-orang hebat yang dilahirkan oleh Allah SWT.. Ini yang harus kita yakinkan dalam diri kita bahwa setiap manusia yang Allah SWT. Lahirkan itu dalam kondisi sempurna. “Laqad khalaqna al-insan fi ahsani at-taqwim.”
Saya ingin menyampaikan di sini terkait dengan pengembangan diri manusia. Kalau seandainya Allah SWT. Telah menciptakan kita menjadi manusia yang sempurna, bearti diri kita dituntut untuk berpenampilan sempurna pula. Dan ini luar biasa dalam teori pengembangan diri bahwa penampilan adalah awal dari proses. Sesuatu yang menyebabkan orang bias berubah dan sesuatu yang bias dipengaruhi itu adalah penampilan.
Suatu ketika ada orang (Si A) yang bertanya pada saya, “Pak Ustadz,” katanya, “Ini di masjid kampong saya gimana, imamnya itu tilawahnya belepotan, tahsin Al-qur’an-nya lemah, tapi dia keukeuh pengen jadi imam. Sedangkan hapalan dan tilawah Al-Qur’an saya lebih baik. Tapi saya gak bias jadi imam, gak boleh katanya.” Saya Tanya, “Ente kalau dating ke masjid pake baju apa?” “Ya saya biasa saja Pak Ustadz, pake jeans, kaos, atau kemeja.” “Ya itulah yang menyebabkan ente tidak layak jadi imam. Coba rubah besok, pake jubah, sorban, dan peci putih, dating lebih awal, duduk di belakang mihrab. Pasti orang terkesima. Saya yakin besoknya ente bakalan jadi imam.” Dan itu riil terjadi. Faktornya apa? Penampilan.
Rasulullah SAW. Berkata, “Ketika aku berjumpa dengan orang-orang Quraisy, orang-orang Yahudi, dan masyaraka Jazirah Arabiah, maka aku memakai pakaian yang terbaik di kalangan mereka. Kendaraanku adalah kendaraan terbaik di kalangan mereka. Tetapi ketika aku berkumpul dengan sahabat-sahabatku dan keluarga-keluargaku, maka aku menggunakan pakaian-pakaian yang paling sederhana di kalangan mereka.” Apa maksudnya? Penampilan.
Kalau saya berkali-kali berinteraksi dengan saudara-saudara yang ada di Saudi Arabia misalnya, itu luar biasa. Imam-imam masjid di sana itu bukan merupakan orang-orang yang miskin tapi orang-orang yang sangat kaya raya. Mobil terbaru yang keluar tahun ini, itu selalu dia punya. Rumahnya sangat luas dan ciri orang kaya raya di Saudi Arabia itu adalah orang yang bukan memiliki kendaraan yang mewah, tetapi orang yang memiliki padang rumput yang luas. Tanaman yang banyak, rindang, dan seterusnya. Ketika masuk ke rumah imam masjid, kurang lebih sekitar seratus meter kita berjalan, di atasnya itu adalah ditutup oleh pohon anggur. Kurang lebih ratusan meter berjalan panjang sekali. Kemudian baru masuk ke sebuah kompleks perumahan pribadinya.
Jadi, sesuatu yang sifatnya penampilan juga harus diperhatikan dan itu juga dilakukan Rasulullah SAW.. Kalau kita lihat sejarah Rasulullah SAW., bagaimana ketika beliau menjadi seorang pemimpin di bidang sodial, politik, maupun ekonomi karena kemampuan yang luar biasa, baik secara financial maupun yang lainnya.
....
Tetapi ingat, tidak cukup dengan penampilan saja. Ini awalnya saja. Penampilan ini penting. Dan memang di Indonesia masih sangat laku. Jika yang pertama mengambil dari kata-kata hasan yang berarti yang terbaik, bukan good dan bukan better, tetapi the best. Ini yang harus kita perhatikan. Tetapi yang kedua, ini juga jauh lebih penting. Firman Allah SWT., “Wa man ahsanu qaulan”; “Siapakah orang yang paling baik perkataannya.” Disini ada kata-kata ahsanu qaulan. Apa maksudnya? Ternyata ketika kita mencoba memproses diri untuk menjadi orang yang terbaik di dalam proses pengembangan diri, tidak cukup dengan berpenampilan menarik. Berikutnya yang dibutuhkan adalah memiliki tutur kata, ilmu pengehtahuan, dan karakter yang terbaik.
Bayangkan, analogi yang tadi saya buat, ketika dia (Si A) sudah menggunakan jubah, memakai sorban, dan peci kemudian dia takbir, nikmat sekali takbirnya (berpenampilan menarik). Tetapi giliran Al-Fatihah-nya lebih blepotan dibanding imam yang sebelumnya. Apa yang akan dikatakan makmumnya? “Gaya doang nih imam, okelah penampilannya keren, tapi....”
....
Setelah hal-hal di atas maka yang berikutnya adalah sikap atau amalan yang terbaik, ahsanu amalan. Banyak orang ketika beramal sesungguhnya ia tidak memiliki amalan yang terbaik atau biasa-biasa saja. Firman Allah SWT. di dalam Al-Qur’an dengan tegas bahwa manusia itu dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, paling banyak itu adalah orang-orang yang disebut dzalim li nafsih. Kedua, lumayan banyak itu adalah mustaqid, dan Ketiga, orang yang Allah SWT. cintai, dan ini sangat sedikit jumlahnya adalah sabiqun bi al-khair yang disebut ahsanu amalan.
Apa yang difirmankan Allah SWT. tentang orang yang disebut dengan dzalim li nafsih? Orang yang beramal ibadah di bawah rata-rata kebanyakan orang atau di bawah standar yang sudah ditetapkan. Contoh, kalau dalam Islam standar shalat wajib itu 17 rakaat. Orang yang disebut dzalim li nafsih itu shalatnya 15 rakaat. Kenapa 15 rakaat? karena shubuhnya dilewatkan. Atau dia kurangi lagi menjadi 13 rakaat, atau dia kurangi lagi 10 rakaat. Itu yang disebut dengan dzalim li nafsih. Ketika orang ini bekerja dia masuk jam 9 yang seharusnya jam 8, pulang seharusnya jam 4 malah jam 2. Ketika bekerja malah gapleh, ngobrol, atau tidur. Ini yang disebut dzalim li nafsih. Ketika dia sebagai seorang mahasiswa atau dosen, hal-hal itu juga dapat dilakukan.
Ketika ibu/bapak sebagai seorang pembeli datang ke pasar1, yang namanya tawar-menawar luar biasa. Beli cabai sekilo saja bisa sejam tawarannya.
Pembeli | : | “Ini cabai berapa?” |
Pedagang | : | “Sepuluh rebu” |
Pembeli | : | “Ah, kemaren juga cuman delapan ribu” |
Pedagang | : | “Ih, Ibu/bapak teu bisa atuh” [“Ih, Ibu/bapak belum bisa”] |
Pembeli | : | “Di sebelah juga delapan ribu” (padahal tidak pernah lihat-lihat atau menawar ke sebelah) |
Pedagang | : | “Ibu/bapak, abdi mah sing sumpah Bu/Pa, modalna ge ngan salapan rebu” [“Ibu/Bapak, saya sumpah Bu/Pa, modalnya juga sembilan ribu”] |
Pembeli | : | (Pura-pura melenggang pergi tapi berharap dipanggil) |
Pedagang | : | “Ah, ieu mah panglaris we sok ka Ibu/bapak mah mangga dalapan rebu we.” [“Ah, ini mah sebagai penglaris kalo untuk Ibu/bapak boleh delapan ribu”] (Padahal ibu/bapak pembeli di situ betul-betul menekan dari sepuluh ribu menjadi delapan ribu. Harga standarnya sepuluh ribu, ibu/bapak menekannya menjadi delapan ribu. Tapi ibu/bapak pembeli belum puas.) |
Pembeli | : | (Ngarawu deui), “Tambahan atuh, bonusna!” [(ngambil dengan kedua tangan), “Tambah dong, bonusnya!”] |
1 Rasulullah SAW. sering berdoa untuk orang yang ada di pasar supaya dihindarkan dari kata-kata sudta dan penekanan kepada orang lain.
Dzalim li nafsih ini merupakan penyakit kebanyakan orang. Selanjutnya ada orang-orang yang disebut dengan muqtasidun. Muqtasidun itu pas ibadahnya, tidak ditambahi dan tidak dikurangi. Dan ini salah satu peluang untuk masuk surga walaupun amalnya pas-pasan. Waktu itu ada yang datang kepada Rasulullah SAW., “Ya Rasulullah, di bulan Ramadhan ini kira-kira apa yang bisa menyebabkan aku masuk surga?” Kata Rasulullah SAW., “Shalatlah kalian, minimal 17 rakaat, dan lebih baik kau tambahkan dengan sunnah-sunnahnya.” “Apalagi Ya Rasulullah?” “Puasalah kalian, sebulan penuh di bulan Ramadhan dan lebih baik engkau tambahkan puasa sunnah di bulan-bulan lainnya.” “Apalagi Ya Rasulullah?” “Zakatlah kalian, minimal zakat fitrah di bulan Ramadhan dan berikanlah zakat infaq dan shadaqah di bulan-bulan lainnya.” “Kata orang ini kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, cukup itu saja, tidak akan saya tambahi dan kurangi.” Kata Rasulullah SAW., “Kalau seandainya kamu ini jujur dan melakukan seperti itu, maka Allah juga akan menjanjikan surga buat kamu.”
Jadi sebenarnya ini syarat minimalnya, itu juga tidak apa-apa. Tapi dengan catatan syarat minimal. Contohnya apa, bapak atau ibu adalah orang uang ibadahnya hitung-hitungan. Persis ketika Ibu dan Bapak masuk kerja, masuk jam delapan dia tetap masuk jam delapan, keluar jam empat dia tetap keluar jam empat. Lembur sedikit, dihitung. Lupa kalau kekurangan jam kerja tidak pernah dihitung. Giliran menilai manajer personalia yang dihitung bukan kelebihan jam kerja tapi kekurangan jam kerja, ribut di situ akhirnya. Dan dalam ibadah juga hitung-hitungan. Ibadah ini wajib apa sunnah? Kalau wajib dijalani tetapi kalau sunnah, ah engke we (ah lain kali saja). Itu muqtaasid namanya.
Ketika membawa rombongan jamaah umrah, Rasulullah SAW. menganjurkan untuk shalat sunnah dua rakaat di Masjid Quba. “Ah, Cuma shalat sunnah sama saja dengan di hotel, ngapain harus di Masjid Quba.” Kata Rasulullah SAW., “Barangsiapa shalat sunnah dua rakaat di Masjid Quba, pahalanya sama dengan ibadah umrah.” Jamaah, “Oh gitu, langsung turun untuk shalat sunnah khusyu sekali. Hitung-hitungan luar biasa. Jamaah haji dari Bandung dikasih tahu pembimbingnya, “Bapak dan Ibu, disini juga ada masjid, ayo kita shalat sunnah dua rakaat. “Ditanya heula (ditanya dulu), “Sabaraha pahalana? (Berapa pahalanya?)” “Ieu mah sarua jeung di Masjid Ukhuwwah, sarua jeung di Pusdai, sarua jeung di masjid deukeut imah. (Kalo yang ini sama kayak di Masjid Ukhuwwah (depan balai kota Bandung), sama kayak di Pusdai, sama kayak di masjid dekat rumah.)” Jamaah, “Ah mun kitu mah engke we di Indonesia (Ah kalo begitu nanti aja di Indonesia)”. Hitung-hitungan ibadahnya itu.
Manusia yang paling baik menurut firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an adalah sabiqun bi al-khair, atau kita kenal dengan ahsanu amala. Ini adalah amal-amal yang sangat jarang dilakukan oleh manusia biasa dan dia adalah orang yang di atas rata-rata manusia biasa. Siapa yang selama sepuluh hari terakhir Ramadhan tidak tidur di rumah tapi wa ‘aifuna fi al-masajid? Kenapa? Kata Rasulullah SAW. “Izinkanlah aku tidak berinteraksi dengan manusia, aku akan lupakan kehidupan dunia dan aku akan merenung selama sepuluh hari, berkhalwat dengan Allah SWT. karena ini adalah waktu yang sangat agung yang Allah turunkan dan tidak ada waktu-waktu lainnya kecuali di bulan Ramadhan. Allah SWT berkahi disini.” Dan luar biasa Rasulullah SAW., semua kehidupan duniawi dihilangkan.
Ahsanu amala di sini adalah bahwa amal ini harus di atas rata-rata. Sabda Rasulullah SAW. “Wahai manusia, tilawahlah engkau minimal satu hari satu juz.” Kalau kita tilawahnya satu juz bearti kita muqtasidun. Kalau kita tilawahnya di bawah satu juz maka kita disebut dzalim li an-nafsih. Tetapi ketika kita di atas satu juz, itulah yang disebut ahsanu amala. Ingatlah para sahabat Rasulullah SAW., selalu mengkhatamkan Al-Qur’an setiap satu pekan. Umar bin Khatab selalu mengawali Al-Fatihah di hari jum’at pagi hari dan mengkhatamkannua di hari jum’at malam harinya. Dan itu juga dilakukan oleh para sahabat yang lain. Di zaman Umar Bin Abdul Aziz masyarakatnya aman, damai, dan sejahtera. Bahkan ketika zakat dikumpulkan sangat sulit memberikan zakat ini. Ternyata waktu itu para pegawai termasuk juga PNS gaji minimal setara denga 30 juta rupiah. Tetapi yang harus kita cermati waktu itu paling malas orang tilawahnya satu hari satu juz.
Bagaimana kita memiliki dan mencapai ahsanu amala? Pertama, jaga keikhlasan. Orang yang tidak ikhlas itu capai dalam beribadah. Orang ikhlas berharap mendapatkan ridha Allah SWT. ketika selesai ibadahnya. Cirinya tidak terpengaruh kondisi lingkungan. Makanya keikhlasan itu sesuatu yang sangat luar biasa. Inilah kuncinya. Firman Allah SWT., “Siapakah yang paling baik agamanya yaitu orang-orang yang ikhlas.”
Kedua, biasakan bekerja itu ma istatha’tum, betul-betul sesuai dengan kemampuan maksimal. Ibarat berlari, dikatakan sudah tidak kuat berlari itu saat sudah jatuh. Jadi ketika berlari sudah mengeluh capek, itu bukan ma istatha’tum. Waktu itu ada yang datang kepada Rasulullah SAW., “Ya Rasulullah, aku ini adalah orang yang buta, pincang, dan lain sebagainya, apakah aku mendapatkan rukhsah untuk tidak datang ke masjid?” Kata Rasulullah SAW. “Apakah adzan masih terdengar dari rumah kamu?” “Masih Ya Rasulullah.” “Kalau begitu berangkatlah.” Bayangkan dalam kondisi tersebut, kata Rasulullah SAW. sepanjang adzan masih terdengar, maka ente wajib datang ke masjid. Ini yang disebut ma istatha’tum.
Dan yang ketiga, yang cukup penting, dzallat al-ahda, selesaikan setiap pekerjaan sampai tuntas. Orang akan mengenal kita bukan dari awal dan proses tetapi dari akhirnya. Kita masuk kuliah, sampai sekarang tidak lulus-lulus tidak akan dikenal sebagai sarjana. Tetap saja mahasiswa abadi mau prosesnya bagaimanapun juga. Menggali sumur sudah sampai 40 meter tapi air belum juga keluar dan akhirnya berhenti menggali. Tidak akan dapat air padahal tinggal 10 senti lagi air akan keluar. Tapi kita tidak tahu ada air di situ. Kita berhenti, selesailah kita tidak mendapatkan apa-apa.
....